Selasa, 08 November 2011

Kunjungan Koperasi

PUSAT BISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jl.Raya Margonda No.100, Pondok Cina-Depok. Kampus D, Ruang D112. Telp:021-78881112 Ext 456. E-mail: pbk_ug@yahooo.co.id, Website: http//entrepreneur.gunadarma.ac.id
Nama koperasi: Pusat Bisnis dan Kewirausahaan Universitas Gunadarma
Akte                : Berdiri pada tahun 2008
Misi                : Melatih Mahasiwa untuk berwirausaha yang baik.
Sebagai lahan praktek Mahasiswa.
Mengembangkan fasilitas untuk mengembangkan kreatifitas Mahasiswa.
Alamat            : Jl.Raya Margonda No.100, Pondok Cina-Depok. Kampus D, Ruang D112.
Bidang usaha  : Bidang penjualan atau retail dan produksi kerajinan dari Mahasiwa dan Dosen
Kegiatan         : Menjual barang yang diperlukan oleh Mahasiswa dan Dosen
mengembangkan usaha Mahasiswa Universitas Gunadarma Program              DiplomaTiga dan Kewirausahaan dan semua Mahasiswa Universitas Gunadarma pada umumnya
menampung kerajinan dari mahasiswa atau dosen yang ingin dititipkan ke    koperasi.
Anggota       : Direktur       : Budi Setiawan
Wakil           : Miftah Ardiansyah
Ketua           : Rooswahn Budi Utomo
Koordinator : Lasminiasih
Staff             : Marketing dan produksi : yananto
Keuangan                       : Lasminiasih
SDM                              : Mulatsih
Produksi dan Pemasaran : Eka puji Saputri
Asisten           : Mahasiswa yang masih aktif dan menjadi anggota Koperasi
Jam Kerja        : Hari Senin – Jum’at. Dari pukul 08.00- 17.00 WIB
Sabtu. Dari pukul 08.00- 15.00 WIB


Kelompok :
Sholikin: 26210531,                                      http//26210531.student.gunadarma.ac.id
Ryan Adi Putra :26210292 ,                         http//26210292.student.gunadarma.ac.id
Raden Bambang Sumatri: 25210513,           http//25210513.student.gunadarma.ac.id
Heru : 23210288                                            http//23210288.student.gunadarma.ac.id
Zulfadli : 28210837, http//28210837.student.gunadarma.ac.id
Kelas : 2EB09
Tulisan Yang Kami Angkat Adalah  Perbandingan Antara Anggaran Pusat  Bisnis dan Kewirausahaan Antara Bulan Agustus dan Bulan September tahun 2011 dan Ketentuan Bagi hasil
1.Anggaran Bulan Agustus

2. Neraca Konsolidasi

3. Anggaran Bulan September

4. Sistem Bagi Hasil

Dari data diatas dapat kita simpulkan bahwa
Bulan Agustus
Total Pendapatan                                    : Rp. 11.223.700
Total Pengeluaran                                  : Rp. 969.900
Laba                                                                                      : Rp. 1.253.800
Bulan September
Total Pendapatan                                   : Rp. 9.200.000
Total Pengeluaran                                  : Rp. 7.650.000
Laba                                                                                     : Rp. 1.550.000
Total Laba                                                                            : Rp. 2.803.800
Jadi dapat disimpulkan bahwa koperasi Pusat Bisnis dan Kewiraushaan mengalami kenaikkan dari Bulan Agustus ke Bulan September.
Sumber: Pusat Bisnis dan Kewirausahaan Universitas Gunadarma
Dengan metode wawancara.

Review Jurnal X

Kemakmuran Masyarakat Berdasarkan Koperasi Karangan E.D. Damanik

Nama Kelompok:
- Heru Setiawan (23210288)
- Raden Bambang Sumantri (25210513)
- Ryan Adi Putra (26210292)
- Sholikin (26210513)
- Zulfadli Prabawa(28210837) 

Beliau membagi koperasi menjadi 4 aliran berdasarkan peranan dan fungsinya dalam perekonomian negara. 4 aliran tersebut adalah :
Cooperative Commonwealth School 
Aliran ini merupakan cerminan sikap yang menginginkan  dan memperjuangkan agar prinsip-prinsip koperasi diberlakukan pada bagian luas kegiatan manusia dan lembaga, sehingga koperasi memberi pengaruh dan kekuatan yang dominan di tengah masyarakat.
M. Hatta dalam pidatonya tgl. 23 Agustus 1945 dg judul “Indonesia Aims and Ideals”, mengatakan bahwa yang dikehendaki bangsa Indonesia adalah suatu kemakmuran masyarakat yang berasaskan koperasi (what we Indonesias want to bring into existence is a Cooperative Commonwealth.

School of Modified Capitalism (Schooll Yardstick) 
Suatu paham yang menganggap koperasi sebagai suatu bentuk kapitalisme, namun memiliki suatu perangkat peraturan yang menuju pada pengurangan dampak negatif dari kapitalis
 
The Socialist School
Suatu paham yang menganggap koperasi  sebagai bagian dari sistem sosialis.
Cooperative Sector School
Paham yang menganggap filsafat koperasi sebagai sesuatu yang berbeda dari kapitalisme maupun sosialisme, dan karenanya berada di antara  kapitalis dan sosialis.
Sumber : ahim.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9892/BAB+I.ppt 

Review Jurnal IX

Sejarah Perkembangan Koperasi Pada Masa Kemerdekaan

Nama Kelompok:
- Heru Setiawan (23210288)
- Raden Bambang Sumantri (25210513)
- Ryan Adi Putra (26210292)
- Sholikin (26210513)
- Zulfadli Prabawa(28210837) 
Setelah bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali kehidupan ekonomi. Sesuai dengan tuntutan UUD 1945 pasal 33, perekonomian Indonesia harus didasrkan pada asas kekeluargaan. Dengan demikian, kehadiran dan peranan koperasi di dalam perekonomian nasional Indonesia telah mempunyai dasar konstitusi yang kuat. Di masa kemerdekaan, koperasi bukan lagi sebagai reaksi atas penderitaan akibat penjajahan, koperasi menjadi usaha bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada asas kekeluargaan. Hal ini sangat sesuai dengan cirri khas bangsa Indonesia, yaitu gotong royong.
Pada awal kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada tahun 1946, berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu dapat berkembang secara pesat.
Namun karena sistem pemerintahan yang berubah-ubah maka terjadi titik kehancuran koperasi Indonesia menjelang pemberontakan G30S / PKI. Partai-partai memenfaatkan koperasi untuk kepentingan partainya, bahkan ada yang menjadikan koperasi sebagai alat pemerasan rakyat untuk memperkaya diri sendiri, yang dapat merugikan koperasi sehingga masyarakat kehilangan kepercayaannya dan takut menjadi anggota koperasi.
Pembangunan baru dapat dilaksanakan setelah pemerintah berhasil menumpas pemberontakan G30S / PKI. Pemerintah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kehadiran dan peranan koperasi dalam perekonomian nasional merupakan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Masa pasca kemerdekaan memang dapat dikatakan berkembang tetapi pada masa itu membuat perkembangan koperasi berjalan lambat. Namun keadaannya sperti itu, pemerintah pada atahun 1947 berhasil melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Kongres Koperasi I menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain :
  1. mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia ( SOKRI )
  2. menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
  3. menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi
Akibat tekanan dari berbagai pihak misalnya Agresi Belanda, keputiuasab Kongres Koperasi I belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun, pada tanggal 12 Juli 1953, diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung, yang antara lain mengambil putusan sebagai berikut :
  1. Membentuk Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin ) sebagai pengganti SOKRI
  2. Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
  3. Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
  4. Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru
Hambatan-hambatan bagi pertumbuhan koperasi antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut :
  1. kesadaran masyarakat terhadap koperasi yang masih sangat rendah
  2. pengalaman masa lampau mengakibtakan masyarakat tetap merasa curiga terhadap koperasi
  3. pengetahuan masyarakat mengenai koperasi masih sangat rendah
Untuk melaksanakan program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan antara lain :
  1. menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi
  2. memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
  3. memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun pertanian yang bermodal kecil
Organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi sangat perlu diperbaiki. Para pengusaha dan petani ekononmi lemah sering kali menjadi hisapan kaum tengkulak dan lintah darat. Cara membantu mereka adalah mendirikan koperasi di kalangan  mereka. Dengan demikian pemerintah dapat menyalutrkan bantuan berupa kredit melalui koperasi tersebut. Untuk menanamkan pengertian dan fubgsi koperasi di kalangan masyarakat diadakan penerangan dan pendidikan kader-kader koperasi.
Sumber : http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_1893/title_sejarah-koperasi-perkembangan-di-indonesia/

Review Jurnal VIII

Sejarah Perkembangan Koperasi Pada Masa Penjajahan

Nama Kelompok:
- Heru Setiawan (23210288)
- Raden Bambang Sumantri (25210513)
- Ryan Adi Putra (26210292)
- Sholikin (26210513)
- Zulfadli Prabawa(28210837) 
Di masa penjajahan Belanda, gerakan koperasi pertama di Indonesia lahir dari inisatif tokoh R. A. Wiriaatmadja pada tahun 1986. Wiriaatmadja, patih Purwokerto ( Banyumas ) ini berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari hisapan lintah darat melalui koperasi. Beliau dengan bantuan E. Sieberg, Asisten Residen Purwokerto, mendirikan Hulp-enSpaar Bank. Cita-cita Wiriaatmadja ini juga mendapat dukungan dari Wolf van Westerrode, pengganti Sieberg. Mereka mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen. Gerakan koperasi semakin meluas bersamaan dengan munculnya pergerakan nasional menentang penjajahan. Berdirinya Boedi Oetomo, pada tahun 1908 mencoba memajukan koperasi rumah tangga ( koperasi konsumsi ). Serikat Islam pada tahun 1913 membantu memajukan koperasi dengan bantuan modal dan mendirikan Toko Koperasi. Pada tahun 1927, usaha koperasi dilanjutkan oleh Indonesische Studie Club yang kemudian menjadi Persatuan Bangsa Indonesia ( PBI ) di Surabaya. Partaui Nasional Indonesia ( PNI ) di dalam kongresnya di Jakarta berusah menggelorakan semangat kooperasi sehuingga kongres ini sering juga disebut “ kongres koperasi ”.
Pergerakan koperasi selam penjajahan Belanda tidak dapat berjalan lancer. Pemerintah Belanda selalu berusaha menghalanginya, baik secara langsug maupun tidak langsung. Selain itu, kesadaran masyarakat atas koperasi sangat rendah akibat penderitaan yang dialaminya. Untuk membatasi laju perkembangan koperasi, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan koperasi Besluit 7 April No. 431 tahun 1915. Berdasarkan peraturan ini rakyat tidak mungkin mendirikan koperasi karena :
  1. mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jenderal
  2. akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda
  3. ongkos materai sebesar 50 golden
  4. hak tanah harus menurut hukum Eropa
  5. harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi
Peraturan ini mengakibatkan munculnya reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para penganjurkoperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk “ Panitia Koperasi ” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini ditugasi untuk meneliti mengenai perlunya koperasi. Setahun kemudian, panitia itu memberikan laporan bahwa koperasi perlu dikembangkan. Pada tahun 1927 pemerintah mengeluarkan peraturan No. 91 yang lebih ringan dari perturan 1915. isi peraturan No. 91 antara lain :
  1. akta tidak perlu dengan perantaraan notaries, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah
  2. ongkos materai 3 golden
  3. hak tanah dapat menurut hukum adat
  4. berlaku untuk orang Indonesia asli, yang mempunyai hak badan hukum secara adat
Dengan keluarnya peraturan ini, gerakan koperasi mulai tumbuh kemabli. Pada tahun 1932, Partai Nasional Indonesia mengadakan kongres koperasi di Jakarta. Pada tahun 1933, pemerintah Belanda mengeluarkan lagi peraturan No. 108 sebagai pengganti peraturan yang dikeluarkan pada tahun 1915. Peraturan ini merupakan salinan dari peraturan koperasi Belanda tahun1925, sehingga tidak cocok dan sukar dilaksanakan oleh rakyat. Pada masa penjajahan Jepang, koperasi mengalami nasib yang lebih buruk. Kamntor Pusat Jawatan Koperasi diganti oleh pemerintah Jepang menjadi Syomin Kumiai Cou Jomusyo dan Kantor Daerah diganti menjadi Syomin Kumiai Saodandyo. Kumiai yaitu koperasi model Jepang, mula-mula bertugas untuk mendistribusikan barang-barang kebutuhan rakyat. Hal ini hanya alat dari Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan untuk Jepang. Walau hanya berlangsung selama 3,5 tahun tetapi rakyat Indonesia mengallami penderitaan yang jauh lebih dahsyat. Jadi, dalam masa penjajahan Jepang koperasi Indonesia dapat dikatakan mati.
Sumber: http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_1893/title_sejarah-koperasi-perkembangan-di-indonesia/

Review Jurnal VII

Peranan Koperasi dalam Pembangunan Ekonomi
Nama Kelompok :
·         Ryan Adi Putra (26210292)
·         Sholikin (26210531)
·         Zulfadli (28210837)
·         Raden Bambang (25210513)
·         Heru (23210288)
Kelas : 2EB09



Abstrak 
Krisis moneter yang melanda beberapa negara di kawasan Asia (Korea, Thailand, Indonesia, Malaysia) pada tahun 1997 setidaknya menjadi saksi sejarah dan sekaligus memberikan pelajaran sangat berharga bahwa sesungguhnya pengembangan ekono-mi bangsa yang berbasis konglomerasi itu rentan terhadap badai krisis moneter. Sementara itu, pada saat yang sama kita dapat menyaksikan bahwa ekonomi kerak-yatan (diantara mereka adalah koperasi), yang sangat berbeda jauh karakteristiknya dengan ekonomi konglomerasi, mampu menunjukkan daya tahannya terhadap gem-puran badai krisis moneter yang melanda Indonesia.
Pada sisi lain, era globalisasi dan perdagangan bebas yang disponsori oleh kekuatan kapitalis membawa konsekuensi logis antara lain semakin ketatnya persai-ngan usaha diantara pelaku-pelaku ekonomi berskala internasional. Dalam negara perdagangan bebas tersebut, perusahaan-perusahaan multi nasional yang dikelola dengan mengedepankan prinsip ekonomi yang rasional, misalnya melalui penerapan prinsip efektifitas, efisiensi dan produktifitas akan berhadapan dengan, antara lain, koperasi yang dalam banyak hal tidak sebanding kekuatannya. Koperasi di Indonesia berfungsi sebagai badan usaha yang punya azas kekeluargaan dan menguta-makan kesejahteraan anggota, tidak hanya melulu mencari keuntungan saja, pada umumnya bidang usahanya banyak meng-gunakan kandungan lokal, sehingga dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam negeri dan dapat dijadikan penghasil produk unggulan.

Kata Pengantar
Ekonomi rakyat beberapa waktu terakhir menjadi istilah baru yang banyak didiskusikan dalam berbagai forum dan oleh banyak pihak. Bukan tanpa alasan ekonomi rakyat seolah-olah menjadi trendsetter baru dalam wacana pembangunan. “Ambruknya” ekonomi Indonesia yang selama lebih dari tiga dasawarsa selalu dibanggakan oleh pemerintah, memaksa berbagai pihak meneliti kembali struktur perekonomian Indonesia. Berbagai kajian yang dilaku-kan berhasil menemukenali satu faktor kunci yang menyebabkan keambrukan ekonomi Indonesia yaitu ketergantungan ekonomi Indonesia pada sekelompok kecil usaha dan konglomerat yang ter-nyata tidak memiliki struktur internal yang sehat. Ketergantungan tersebut merupakan konsekuensi logis dari kebijakan ekonomi neoliberal yang mengedepankan pertumbuhan dengan asumsi apabila pertumbuhan tinggi dengan sendirinya akan membuka banyak lapangan kerja, dan karena banyak lapangan kerja maka kemiskinan akan berkurang. Kebijakan ekonomi tersebut ternyata menghasilkan struktur ekonomi yang tidak seimbang. Didalam struktur ekonomi yang tidak seimbang tersebut, sekelompok kecil elit ekonomi — yang menurut BPS jumlahnya kurang dari 1% total pelaku ekonomi — mendapatkan berbagai fasilitas dan hak istimewa untuk menguasai sebagian besar sumber daya ekonomi dan karenanya mendominasi sumbangan dalam PDB, pertumbuhan ekonomi, maupun pangsa pasar. Mana-kala elit ekonomi tersebut mengalami problema keuangan sebagai akibat mis-manajemen dan praktek-praktek yang tidak sehat maka sebagai konsekuensi logisnya berbagai indikator seperti PDB dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan kemerosotan.

Pembahasan
Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karak-teristik masyarakat atau anggotanya.  Jika dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka dapat dihipotesakan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan seka-ligus juga berperan dan bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan emosional primer ke arah masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang juga dikenal dengan komu-nitas ‘bazar-ekonomi’.  Artinya koperasi tidak diharapkan dapat sangat berkem-bang pada masyarakat yang masih sangat tradisional, subsisten, dan relatif ‘tertutup’ dari dinamika sistem pasar; atau juga pada komunitas yang telah menjadi sangat individualis, dan ber-orientasi kapital.  Dengan perkataan lain, koperasi tidak diharapkan dapat berkembang optimal disemua bentuk komunitas.  Sebagai bagian dari identifi-kasi berbagai faktor fundamental tersebut maka perlu disadari bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut memang dapat bersifat ‘trade-off’ dengan pertimbangan kinerja jangka pendek suatu organisasi usaha konvensional.  Proses yang dilakukan dalam pengembangan koperasi memang mem-butuhkan waktu yang lebih lama dengan berbagai faktor “non-bisnis” yang kuat pengaruhnya.  Dengan demikian pemenuhan berbagai faktor fundamental tersebut dapat menyebabkan indikator kinerja lain, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.
Peningkatan Citra Koperasi, pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat.  Harus diakui bahwa citra koperasi belum, atau sudah tidak seperti yang diharapkan.  Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi.  Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan ketidakjelasan, tidak profesional, justru mempersulit kegiatan usaha anggota (karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan pemerintah, dan sebagainya.  Di media massa, berita negatif tentang koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita positifnya (PSP-IPB, 1995); berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang bersumber langsung dari koperasi, pada-hal prestasi koperasi diberbagai daerah cukup banyak dan berarti.    Citra kope-rasi tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun per-kembangan koperasi itu sendiri.  Bahkan citra koperasi yang kurang ‘pas’ tersebut juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di koperasi, sehingga menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan pemerintah justru dipandang sebagai hal yang wajar bah-kan sebagai sesuatu yang ‘sudah seha-rusnya’ demikan.   Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian.

Referensi:

Bayu Krisnamurthi, Djabarudin Djohan,  ”Membangun koperasi pertanian Berbasis Anggota”, Jakarta, 2002.


Bayu Krisnamurthi, Pusat Studi Pembangunan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor 2002
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.htm

R.J.  Kaptin   Adisumarta,     dalam        buku    Mubyarto & Daniel W. Bromley, “A Development Alternative for Indonesia”, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002.

Setyo Budiantoro, dalam buku  Dhakidae, Daniel, “Cendekiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

Review Jurnal VI

Nama Kelompok :
  • Ryan Adi Putra (26210292)
  • Sholikin (26210531)
  • Zulfadli (28210837)
  • Raden Bambang (25210513)
  • Heru (23210288) 
Kelas : 2EB09
 
 
FENOMENA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN



 
 
 


 ABSTRAK
 Suatu pengkajian empiris tentang LKM pertanian yang bertujuan untuk mengetahui kinerja LKM dalam perspektif pembangunan ekonomi pedesaan telah dilakukan di Jawa dan Luar Jawa pada awal tahun 2007 melalui pendekatan pemahaman pedesaan secara partisipatif menggunakan metode group interview dan individual indepth interview melibatkan pengurus dan pengguna LKM. Dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif kualitatif terhadap LKM contoh yang dipilih secara sengaja, diperoleh gambaran sebagai berikut: (a) Keberadaan LKM diakui masyarakat memiliki peran strategis sebagai intermediasi aktivitas perekonomian yang selama ini tidak terjangkau jasa pelayanan lembaga perbankan umum/bank konvensional; (b) Secara faktual pelayanan LKM telah menunjukkan keberhasilan, namun keberhasilannya masih bias pada usaha-usaha ekonomi non pertanian. Skim perkreditan LKM untuk usahatani belum mendapat prioritas, hal itu ditandai oleh relatif kecilnya plafon (alokasi dana) untuk mendukung usahatani, yakni kurang dari 10 % terhadap total plafon LKM; (c) Faktor kritis dalam pengembangan LKM sektor pertanian terletak pada aspek legalitas kelembagaan, kapabilitas pengurus, dukungan seed capital, kelayakan ekonomi usaha tani, karakteristik usahatani dan bimbingan teknis nasabah/pengguna jasa layanan LKM; (d) Untuk memprakarsasi penumbuhan dan pengembangan LKM pertanian diperlukan adanya pembinaan peningkatan kapabilitas bagi SDM calon pengelola LKM, dukungan penguatan modal dan pendampingan teknis kepada nasabah pengguna kredit.
Pendahuluan
Pembangunan ekonomi pedesaan sebagai bagian integral dari Pembangunan Ekonomi Nasional, keberhasilannya banyak di sokong oleh kegiatan usahatani. Hal itu merujuk fakta, sebagian besar masyarakat di pedesaan menggantungkan hidupnya dari kegiatan usahatani. Oleh karena itu tidak mengherankan, kegiatan usahatani sering dijadikan indikator pembangunan ekonomi pedesaaan. Di dalam praktek usahatani, diperlukan inovasi teknologi guna mendorong peningkatan produktivitas dan produksinya. Kelemahan petani justru pada adopsi inovasi teknologi yang relatif rendah sebagai dampak penguasaan modal usahatani yang lemah.
Untuk mengatasi kekurangan modal usahatani, petani biasanya mengusahakan tambahan modal dari berbagai sumber dana baik dari lembaga keuangan formal (perbankan) maupun kelembagaan jasa keuangan non formal. Namun umumnya karena petani sering tidak memiliki akses terhadap lembaga perbankan konvensional, ia akan memilih untuk berhubungan dengan lembaga jasa keuangan informal seperti petani pemodal (pelepas uang – rentenir), atau mengadakan kontrak dengan pedagang sarana produksi dan sumber lain yang umumnya sumber modal tersebut mengenakan tingkat bunga yang irrasional karena terlalu tinggi dan mengikat. Kondisi demikian berdampak buruk tidak saja bagi petani akan tetapi juga merusak tatanan perekonomian di pedesaan. Berkenaan dengan hal tersebut, keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) pertanian akan menjadi salah satu solusinya. LKM pertanian memiliki peran strategis sebagai intermediasi dalam aktifitas perekonomian bagi masyarakat tani yang selama ini tidak terjangkau jasa pelayanan lembaga perbankan umum/bank konvensional.

Di lingkungan masyarakat, telah banyak LKM yang menyediakan skim kredit dengan pola yang beragam, namun umumnya bergerak dalam fasilitasi pembiayaan bagi usaha-usaha ekonomi non pertanian. Oleh karena itu muncul persoalan: (a) sejauhmanakah keberadaan LKM di lingkungan masyarakat pedesaan mampu menjalankan perannya dalam fasilitasi pembiayaan usahatani? (b) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberlanjutan LKM tersebut dan (c) Bagaimanakah strategi pengembangan LKM ke depan yang efektif untuk mendukung usahatani?
Makalah bertujuan membahas fenomena LKM dan perspektifnya dalam pembangunan ekonomi pedesaan dengan fokus pada adopsi inovasi pertanian, serta mengungkap faktor-faktor kritis keberhasilan LKM dan menyusun strategi pengembangan LKM ke depan untuk mendukung kegiatan usahatani. Hasil pembahasan akan berguna selain untuk melengkapi wacana LKM yang sudah ada, juga menjadi bahan masukan dalam penyusunan kebijakan terkait pembangunan ekonomi pedesaan ke depan.

METODOLOGI
Kerangka Pemikiran
Tidak dipungkiri, tumbuh dan berkembangnya LKM di Indonesia diilhami oleh keberhasilan Muhammad Yunus dalam mengembangkan LKM di Banglades yang terkenal dengan Grameen Bank (GB). Banyak orang melihat model GB sebagai suatu model pendekatan yang sukses dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan peran perempuan.

Melihat kesuksesan GB, banyak pihak yang mereplikasi metode GB terutama pada metode penyaluran pinjaman yang dilakukan kepada pengguna, tetapi tanpa mereplikasi sistem peningkatan kesejahteraan masyarakatnya yang berupa penyediaan layanan simpanan kecil dan penyediaan jaminan sosial. Padahal kesejahteraan masyarakat dalam arti sesungguhnya terletak pada pemilikan tabungan dan jaminan sosial di masa mendatang

Replikasi pola GB di Indonesia mulai dilakukan pada tahun 1989 yang diprakarsai Puslitbang Sosek Pertanian Badan Litbang Pertanian yang pengelolaan selanjutnya dilakukan Yayasan Pengembangan Usaha Mandiri (YPKUM) berlokasi di Nanggung Jawa Barat. Berikutnya dilakukan di beberapa daerah lain seperti Tanggerang, di wilayah pasang surut Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Jawa Timur teridentifikasi.




Banyak pihak meyakini LKM sebagai suatu alat pembangunan yang efektif untuk mengentaskan kemiskinan karena layanan keuangan memungkinkan orang kecil dan rumah tangga berpenghasilan rendah untuk memanfaatkan peluang ekonomi, membangun aset dan mengurangi kerentanan terhadap goncangan eksternal. LKM menjadi alat yang cukup penting untuk mewujudkan pembangunan dalam tiga hal sekaligus, yaitu: menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mengentaskan kemiskinan.
Berkembangnya berbagai skema keuangan mikro dan semakin tingginya kebutuhan akan pengembangan pelayanan jasa keuangan bagi masyarakat miskin mendorong terbentuknya forum Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro (Gema PKM) secara lebih luas. Gema PKM disahkan presiden pada tahun 2000, beranggotakan tujuh pemangku kepentingan yaitu piha pemerintah, lembaga keuangan, LSM, pihak swasta, akademisi atau peneliti, organisasi massa, serta lembaga pendanaan
Walaupun di lingkungan masyarakat telah banyak tumbuh dan berkembang lembaga keuangan yang terlibat di dalam pembiayaan usaha mikro dengan beragam bentuk seperti bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat (BPR), modal ventura, program Pengembangan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK), pegadaian dan sebagainya (Retnadi, 2003), namun kesenjangan antara permintaan dan penawaran layana keuangan mikro masih tetap ada. Di sektor pertanian, maraknya LKM di masyarakat itu belum serta merta diikuti oleh pemenuhan kebutuhan permodalan bagi petani. Faktanya, kebutuhan permodalan petani untuk pembiayaan usahatani selalu menjadi persoalan.

Lembaga jasa finansial berupa Lembaga Keuangan Mikro (LKM) pada dasarnya sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan pembangunan ekonomi pedesaan utamanya sebagai lembaga untuk fasilitasi jasa pembiayaan usahatani. Hal itu didasarkan fakta hampir sebagian besar petani menghadapi permasalahan adopsi teknologi karena lemah dalam permodalan. Di sisi lain lembaga perbankan sering tidak bisa diakses oleh petani karena berbagai faktor.

Data dan Sumber Data
Makalah dikembangkan dari sebagian hasil pengkajian LKM di Jawa dan Luar Jawa meliputi Jawa Barat, Banten, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan pada awal tahun 2007. Pengumpulan data primer dari Pengurus LKM terpilih dan nasabah LKM sebagai responden dilakukan melalui diskusi kelompok dan wawancara individual (survey) menggunakan pedoman pertanyaan dan kuesioner. Jenis data primer yang dikumpulkan dari pengurus lebih difokuskan pada kondisi organisasi dan manajemen (O & M), skim kredit, faktor-faktor pendukung, kendala dan peluang pengembangan LKM. Sementara itu dari nasabah, data yang dikumpulkan meliputi: karakteristik ekonomi rumah tangga dan permasalahan pembiayaan usahatani.

Selain data primer dikumpulkan juga data sekunder melalui penelusuran informasi berbagai dokumen laporan kegiatan/program dan kebijakan pengembangan kelembagaan keuangan mikro, geografi, sosial ekonomi, dan review skim kredit Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

Penganalisisan data secara garis besar dilakukan secara deskriptif kualitatif, dipertajam dengan analisis Structure Conduct Performance (SCP). Untuk mengungkap perspektif LKM dalam pembangunan ekonomi pedesaan, dilakukan pendekatan pada aspek kekuatan (= strengthen), kelemahan (= weaknesses), peluang (= opportunity ) dan ancaman (= threat ) atau disingkat SWOT.



HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksistensi Lembaga Keuangan Mikro
Hasil identifikasi di lapangan menjumpai terdapat tiga kategori bentuk LKM yang berkembang yakni LKM Bank, LKM Koperasi dan LKM bukan Bank bukan Koperasi. Masing-masing LKM menerapkan skema perkreditan yang berbeda. Pola operasional LKM Bank mengikuti pendekatan perbankan umum/ konvensional, LKM Koperasi menerapkan pola simpan pinjam sedangkan LKM bukan Bank dan Bukan Koperasi pola operasionalnya beragam.

Skema perkreditan LKM Bukan Bank Bukan Koperasi (B3K) tersebut meliputi replikasi pola Grameen bank, Gabungan Kelompok Tani dan Unit Permodalan Pengelola Permodalan Kelompok Petani (UPPKP). Pengelolaan keuangan oleh Gabungan Kelompok Tani dan UPPKP pada dasarnya merupakan wujud pengelolaan keuangan dengan sistem bergulir. Capital yang digunakan bersumber dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM).

Secara faktual, pelayanan LKM contoh di lokasi pengkajian telah menunjukkan keberhasilan. LKM yang mereplikasi pola GB di Nanggung Bogor-Jawa Barat yang dikelola YPKUM, LKM UMKM di Tangerang-Banten yang dibina IPB, telah menunjukan keberhasilan, ditandai oleh beberapa indikator seperti dikemukakan Cristina dalam

Syukur (2002). Dampak keberhasilan dilihat dari beberapa perubahan antara lain adanya peningkatan partisipasi pendidikan anak-anak, peningkatan pendapatan pengusaha warung- warung kecil, dan peningkatan aset rumah tangga. Dari sisi kelembagaan, indikator keberhasilan ditunjukkan oleh perkembangan jumlah peserta dan perkembangan aset serta dana yang terserap. Di LKM yang dikelola YPKUM Bogor-Jawa Barat misalnya, dana yang sudah tersalurkan sejak tahun 1989 sampai bulan Maret 2007 mencapai Rp 12 Milyar dengan kecenderungan meningkat, menunjukkan rasio tunggakan terhadap jumlah pinjaman relatif kecil (1,9 %), jauh dibawah batas toleransi (5%). Kondisi ini menunjukkan bahwa kredit yang disalurkan cukup bermanfaat bagi masyarakat sebagai tambahan modal untuk usaha produktif. Buktinya, mereka mampu membayar angsuran kredit dengan lancar. Wilayah kerja, jumlah nasabah dan jumlah pinjaman juga terus meningkat. Pada awalnya, jumlah nasabah hanya 10 orang pada 1 desa dan 1 kecamatan. Menginjak bulan Maret 2007 jumlah nasabah meningkat pesat mencapai 5880 orang, tersebar di 12
kecamatan dan 83 desa. Ada sebanyak 1491 kumpulan (kelompok kecil) yang terdiri dari 5 orang) dan 394 rembug pusat (terdiri dari 2 – 6 kumpulan). Jumlah pinjaman per orangan pun mengalami peningkatan cukup tajam, pada awalnya besarnya pinjaman anggota hanya sebesar Rp 200.000, sekarang sudah ada yang boleh meminjam sebesar Rp 3 juta/th dengan bunga pinjaman 2,5 % per bulan atau 30% per tahun.


Keberhasilan LKM di Tangerang teridentifikasi dari kemampuan LKM memberikan sumbangan terhadap PAD yang volumenya cenderung meningkat. Jika pada tahun 2006 menyetor PAD sebesar Rp 289 Juta, maka setoran untuk tahun 2007 telah ditargetkan akan mencapai Rp 600 juta. Modal awal LKM diperoleh dari Pemda Kabupaten Tangerang semenjak 2004, dan terus didukung Pemda sampai tahun 2007 sehingga total modal sampai tahun 2007 mencapai Rp 3,26 milyard.

Dari aset tabungan dan cash money menunjukkan LPP-UMKM telah memiliki aset yang memadai. Tabungan yang dimiliki sampai tahun 2007 tercatat sebesar Rp 7,5 milyar sebagai gambaran total penerimaan yang diterima LPP-UMKM per bulan sekitar Rp 230 juta. Setelah dikurangi biaya operasional, lembaga ini masih mendapatkan keuntungan Rp 100 juta per bulan.
Dari sumberdaya manusia (SDM) yang terlibat, meskipun awalnya digerakkan oleh segelintir orang namun dalam perkembangannya mengalami peningkatan pesat. Sumberdaya manusia yang terlibat dalam kepengurusan LKM tercatat 53 orang karyawan (46 laki-laki dan 7 perempuan) dengan total wilayah layanan mencapai 7 kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Tingkat keberhasilan yang dicapai LKM tersebut, agak berbeda dengan LKM sejenis yang khusus melayani kegiatan usahatani seperti LKM Prima Tani di Jatim, Sulsel dan NTB. Pada LKM yang disebutkan terakhir, kendalanya dihadapkan pada dukungan permodalan dan keberlanjutan kegiatan LKM terkait dengan aspek kaderisasi dan kapabilitas pengurus LKM. Keberhasilan pengelolaan keuangan oleh UPPKP di Gunung Kidul dicirikan oleh semakin meningkatnya volume uang beredar di kelompok tani, dan semakin lancarnya tingkat pengembalian pinjaman. Kondisi tersebut jauih lebih baik dibandingkan dengan ketika pengelolaan keuangan kelompok ini masih dilakukan institusi penyalurnya (Dinas Teknis terkait dengan Pertanian). Sementara itu di Sleman, penyaluran pembiayaan usahatani yang dilakukan secara bergulir juga menunjukkan keberhasilan, ditandai dengan semakin meningkatnya kemampuan anggota kelompok dalam mengembalikan pinjaman sehingga volume pinjamannya juga lebih meningkat lagi. Kemampuan tersebut merupakan cerminan efektifnya pinjaman dalam penggunaannya di sektor usahatani.

Hasil studi Holloh dan Prins (2006) menunjukkan bahwa disamping ada LKM yang berhasil, ada pula yang kurang berhasil bahkan mandeg (stagnan). LKM yang pesat pertumbuhannya adalah BPR yang beroperasi di daerah perkotaan dan semi-perkotaan, LPD (Bali) dan BMT (terutama di Jawa Tengah & Jawa Timur). Sedangkan yang mengalami kemandegan misalnya keluarga LKM seperti LDKP (tidak termasuk LPD) dan BKD. Berbagai embrio LKM yang ditimbulkan proyek-proyek seperti UPK/D belum menunjukkan kemampuan untuk menghimpun simpanan dan menjalankan kegiatan operasionil secara berkesinambungan karena terkait dengan aspek legalitas.
Sumber : Rachmat Hendayana dan Sjahrul Bustaman (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian)

Review Jurnal IV

REVIEW JURNAL

 

JURNAL KOPERASI INDONESIA

Nama Kelompok :
  • Ryan Adi Putra (26210292)
  • Sholikin (26210531)
  • Zulfadli (28210837)
  • Raden Bambang (25210513)
  • Heru (23210288)
Kelas : 2EB09
Abstrak
Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang-seorang atau Badan Hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluagaan.
Dalam upaya membangun koperasi perlu diarahkan sehingga semakin berperan dalam perekonomian nasional dan perkembangannya diarahkan agar koperasi benar-benar menerapkan prinsip Koperasi dan kaidah-kaidah ekonomi.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Peraturan Pelaksanaannya menegaskan bahwa pemberian status Badan Hukum Koperasi, Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dan pembubaran koperasi merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah.
Dengan demikian baik bagi masyarakat maupun pembina atau pejabat yang berwenang mempunyai suatu pedoman dan kesamaan langkah dalam rangka memproses pendirian koperasi sampai dengan mendapatkan status Badan Hukum dengan prosedur yang pasti dan benar.
Kata Pengantar
Pemerintah Indonesia telah menggariskan kebijaksanaan bahwa koperasi harus tumbuh dengan pesat dan mencakup sebanyak mungkin anggota masyarakat serta bisa tersebar merata ke seluruh tanah air. Dengan demikian koperasi itu benar-benar berperan sebagai soko guru perekonomian bangsa dan wadah utama bagi kegiatan ekonomi rakyat.
Berhubung dengan itu, pembentukan koperasi sengaja diatur secara mudah dan dengan prosedurnya yang sederhana serta tidak memerlukan biaya yang banyak. Hal itu dapat ditelaah lebih dalam halaman-halaman berikutnya dalam buku kecil ini.
Tiap warga masyarakat yang memerlukan penerangan, petunjuk pembinaan dan lain-lain yang menyangkut dengan perkoperasian dapat berhubungan dengan kantor-kantor Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah yang kantornya tersebar di seluruh Daerah Tingkat I Propinsi/Daerah Istimewa dan Daerah Tingkat II Kabupaten/Kodyamadya.
Jenis Koperasi
Sebelum mendirikan koperasi harus ditentukan secara jelas jenis koperasi dan keanggotaan yang selalu berhubungan dengan kegiatan usaha dan dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti antara lain :
  1. Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
  2. Koperasi Konsumen
  3. Koperasi Produsen
  4. Koperasi Pemasaran
  5. Koperasi Jasa
Penjenisan koperasi tersebut sesuai dengan pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992.
  1. Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
    Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam. Keanggotaan Koperasi Simpan Pinjam pada prinsipnya bebas bagi semua orang yang memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota koperasi dan orang-orang dimaksud mempunyai kegiatan usaha dan atau mempunyai kepentingan ekonomi yang sama.
  2. Koperasi Konsumen
    Sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi, anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan koperasi. Keanggotaan Koperasi Konsumen atau Pendiri Koperasi Konsumen adalah kelompok masyarakat
    - Koperasi Konsumen menyalurkan barang-barang konsumsi kepada para anggota dengan harga layak, berusaha membuat sendiri barang-barang konsumsi untuk keperluan anggota dan disamping pelayan untuk anggota, Koperasi Konsumsi juga boleh melayani umum.
  3. Koperasi Produsen
Koperasi Produsen adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang mampu menghasilkan sesuatu barang.
  1. Koperasi Pemasaran
Koperasi Pemasaran adalah koperasi yang beranggotakan orang-orang yang mempunyai kegiatan dibidang pemasaran barang-barang dagangan.
  1. Koperasi Jasa
Koperasi Jasa didirikan untuk memberikan pelayanan (jasa) kepada para anggotanya. Ada beberapa macam Koperasi Jasa antara lain :
  1. Koperasi angkutan memberi jasa angkutan barang atau orang. Koperasi angkutan didirikan oleh orang-orang yang mempuyai kegiatan di bidang jasa angkutan barang atau orang.
  2. Koperasi perumahan memberi jasa penyewaan rumah sehat dengan sewa yang cukup murah atau menjual rumah dengan harga murah.
  3. Koperasi asuransi memberi jasa jaminan kepada para anggotanya seperti asuransi jiwa, asuransi pinjaman, asuransi kebakaran. Anggota Koperasi Asuransi adalah orang-orang yang bergerak dibidang jasa asuransi.
Pembentukan Koperasi
  1. Dasar Pembentukan
Orang atau masyarakat yang akan mendirikan Koperasi mengerti maksud dan tujuan koperasi serta kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi untuk meningkatkan pendapatan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mereka. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan koperasi adalah :
  1. Orang-orang mendirikan dan yang nantinya menjadi anggota koperasi harus mempunyai kegiatan dan atau kepentingan ekonomi yang sama.
  2. Usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara ekonomi. Layak secara ekonomi diartikan bahwa usaha tersebut akan dikelola secara efisien dan mampu menghasilkan keuntungan usaha.
  3. Modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi.
  4. Kepengurusan dan manejemen harus disesuaikan dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan agar tercapai efisiensi dalam pengelolaan koperasi.
  1. Persiapan Pembentukan Koperasi
  1. Pembentukan Koperasi harus dipersiapkan dengan matang oleh para pendiri.
  2. Yang dimaksud pendiri adalah mereka yang hadir dalam rapat pembentukan koperasi dan telah memenuhi persyaratan keanggotaan serta menyatakan diri menjadi anggota.
  3. Para pendiri mempersiapkan rapat pembentukan dengan acara antara lain penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Rapat Pembentukan
  1. Rapat pembentukan koperasi dihadiri oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang untuk Koperasi Primer dan sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi untuk Koperasi Sekunder.
  2. Rapat pembentukan dipimpin oleh seorang/beberapa orang pendiri atau kuasa pendiri.
  3. Yang disebut kuasa pendiri yang diberi kuasa dan sekaligus ditunjuk oleh pendiri untuk pertama kalinya sebagai Pengurus Koperasi untuk memproses pengajuan permintaan pengesahan akta pendiri koperasi dan menandatangani anggaran dasar koperasi.
  4. Apabila diperlukan dan atas permohonan para pendiri, Pejabat Departemen Koperasi, PKM dapat hadir dalam rapat pembentukan untuk membantu kelancaran jalannya rapat dan memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya.
  5. Dalam rapat pembentukan tersebut perlu dibahas antara lain mengenai kenggotaan, usaha yang akan dijalankan, modal sendiri, kepengurusan dan pengelolaan usaha serta penyusunan anggaran dasar/anggaran rumah tangga.
  6. Anggaran dasar harus memuat sekurang-kurangnya : daftar nama pendiri, nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta bidang usahnya, ketentuan mengenai keanggotaan, rapat anggota, pengelolaan, permodalan, jangka waktu berdiri, pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dan ketentuan mengenai sanksi.
  7. Rapat harus mengambil kesepakatan dan keputusan terhadap hal-hal sebagaimana dimaksud pada butir c dan e dan wajib membuat berita acara rapat pembentukan yang bentuknya sebagaimana terlampir.
Sumber : www.findthatfile.com

Review Jurnal III

Review Jurnal Koperasi

Kelas : 2EB09
Nama Kelompok :
  • Ryan Adi Putra (26210292)
  • Sholikin (26210531)
  • Zulfadli (28210837)
  • Raden Bambang (25210513)
  • Heru (23210288)
Abstrak
Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang-seorang atau Badan Hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluagaan.
Dalam upaya membangun koperasi perlu diarahkan sehingga semakin berperan dalam perekonomian nasional dan perkembangannya diarahkan agar koperasi benar-benar menerapkan prinsip Koperasi dan kaidah-kaidah ekonomi.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Peraturan Pelaksanaannya menegaskan bahwa pemberian status Badan Hukum Koperasi, Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dan pembubaran koperasi merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah.
Dengan demikian baik bagi masyarakat maupun pembina atau pejabat yang berwenang mempunyai suatu pedoman dan kesamaan langkah dalam rangka memproses pendirian koperasi sampai dengan mendapatkan status Badan Hukum dengan prosedur yang pasti dan benar.
Kata Pengantar
Pemerintah Indonesia telah menggariskan kebijaksanaan bahwa koperasi harus tumbuh dengan pesat dan mencakup sebanyak mungkin anggota masyarakat serta bisa tersebar ke seluruh tanah air.
Dengan demikian koperasi itu benar-benar berperan sebagai guru perekonomian bangsa dan wadah utama bagi kegiatan ekonomi rakyat.
Berhubung dengan itu, pembentukan koperasi sengaja diatur secara mudah dan dengan prosedurnya yang sederhana serta tidak memerlukan biaya yang banyak.
Tiap warga masyarakat yang memerlukan penerangan, petunjuk pembinaan dan lain-lain yang menyangkut dengan perkoperasian dapat berhubungan dengan kantor-kantor Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah yang kantornya tersebar di seluruh Daerah Tingkat I Propinsi/Daerah Istimewa dan Daerah Tingkat II Kabupaten/Kodyamadya.
Pengertian
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Macam
Koperasi Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.
Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.
Landasan dan Azas
a.Berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. Berazas kekeluargaan.
Tujuan
Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Fungsi dan Peran
a.membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat
c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya
  1. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Prinsip
keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing masing anggota
d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e. kemandirian.
Syarat Pendirian
Koperasi Primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (duapuluh) orang;
Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi;
Dibuat dengan akta pendirian yang memuat anggaran dasar;
Berkedudukan di wilayah Indonesia
Isi Anggaran Dasar
a. daftar nama pendiri;
b. nama dan tempat kedudukan;
c. maksud dan tujuan serta bidang usaha;
d. ketentuan mengenai keanggotaan;
e. ketentuan mengenai Rapat Anggota;
f. ketentuan mengenai pengelolaan;
g. ketentuan mengenai permodalan;
h. ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
i. ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
j. ketentuan mengenai sanksi.
Hak Anggota
a. menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;
b. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus atau Pengawas;
c. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;
d. mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus diluar Rapat Anggota baik diminta maupun tidak diminta;
e. memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota;
f. mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar.
Kewajiban Anggota
a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota;
b. berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi;
mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.
Organ Koperasi
a. Rapat Anggota;
b. Pengurus;
  1. Pengawas.
Kewenangan Rapat Anggota
1. Anggaran Dasar;
2. Kebijaksanaan umum dibidang organisasi manajemen, dan usaha Koperasi;
3. Pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas;
4. Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, serta pengesahan laporan keuangan;
5. Pengesahan pertanggungjawaban Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya;
6. Pembagian sisa hasil usaha;
7. Penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran Koperasi.
  1. Pertanggungan jawab pengurus dan pengawas dalam pengelolaan:
Tugas, Kewenangan, dan Tanggung Jawab Pengurus
(1) Pengurus bertugas
a. mengelola Koperasi dan usahanya;
b. mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
c. menyelenggarakan Rapat Anggota;
d. mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
e. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
f. memelihara daftar buku anggota dan pengurus.
(2)Pengurus berwenang:
a.Mewakili Koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
b.Memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
c.Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota;
d.Mengangkat pengelola ;
(3) Tanggung jawab Pengurus:
a.Pengurus, baik bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, kelalaiannya; menanggung kerugian yang diderita Koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya;
b.Dapat dituntut oleh penuntut umum;
c.Bila mengangkat pengelola maka bertanggung jawab atas pengelolaan tersebut..
Sumber Modal
(1) Modal sendiri dapat berasal dari:
a. Simpanan pokok;
b. Simpanan wajib;
c. Dana cadangan;
  1. Hibah.
(2) Modal pinjaman dapat berasal dari:
a. Anggota (simpan pinjam); Koperasi lainnya dan/atau anggotanya (simpan pinjam);
c. Bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. Sumber lain yang sah;
f. Modal penyertaan (diatur dengan PP);
Sumber : www.findthatfile.com

Review Jurnal II

REVIEW JURNAL II
STUDI PERAN SERTA WANITA DALAM PENGEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH DAN KOPERASI
Kelompok :
Sholikin: 26210531,                                 http//26210531.student.gunadarma.ac.id
Ryan Adi Putra :26210292,                     http//26210292.student.gunadarma.ac.id
Raden Bambang Sumatri: 25210513,      http//25210513.student.gunadarma.ac.id
Heru : 23210288 ,                                    http//23210288.student.gunadarma.ac.id
Zulfadli : 28210837,                                http//28210837.student.gunadarma.ac.id
Kelas : 2EB09
Abstrak
dari penelitian ini diharapkan dapat menganalisis kemampuan dan partisipasi perempuan dalam UKM dan koperasi, mengidentifikasi faktor pendorong dan penghambat partisipasi perempuan dalam pengembangan UKM dan koperasi, memperoleh alternatif lain dari untuk meningkatkan kemampuan dan partisipasi perempuan dalam pengembangan UKM dan koperasi. Sebenarnya wanita mempunyai potensi dan kemampuan yang sangat besar dalam kegiatan koperasi dan UKM. Kebanyakan wanita yang menekuni usaha koperasi ini mempunyai bidang usaha- usaha yang berlainan, misalnya industri kerajinan dan industri pengolahan. Keberhasilan ini tidak lepas dari kemampuan wanita tersebut yaitu wanita mempunyai persaingan, keterampilan, pemasaran, pemanfaatan sumber ekonomi, dan seft citra.
I.                   PENDAHULUAN
Latar Belakang
Koperasi merupakan suatu usaha dimana pengaruh dari luar sangatkah sedikit bahkan apabila perekonomian dunia megalami pasang surut koperasi merupakan satu- satunya usaha yang dapat bertahan. Saat perekonomian global sedang mengalami kehancuran banyak dari persahaaan – perusahaan besar yang mengalami kehancuran, sehingga banyak adanya pemutusan hubunga kerja yang jumlahnya sanagtlah tidak sedikit. Ditengah tantangan dunia yang begitu besar banyak perempuan –perempuan hebat yang tetap berkarya dalam naungan koperasi. Mereka melakukan kegiatan pengolahan kerajinan dan usaha lain yang dapat mereka jadikan sebagai sumber ekonomi mereka.
Perumusan Masalah
layaknya sebagai manusia biasa yang mempunyai kelebihan dan kekurangan wanita pun juga begitu, dengan adanya penelitian ini dihapakan kita dapat mengetahui seberapa kompetensi dan peran wanita dalam berbagai bidang usaha dan kegiatan, mengapa wanita sukses dalam kegitan tertentu dan gagal dalam kegiatan yang lain, sejauh mana kelebihan dan kekurangan tersebut dalam mengembangkan usaha, dan peran wanita dalam pengembangan UKM dan koperasi.
Tujuan  dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dari studi ini adalah :
  1. Mengetahui kemampuan dan peran serta wainta dalam UKM dan koperasi
  2. Mengetahui faktor pendorong dan faktor pengambat peran wanita dalam UKM dan koperasi
  3. Memperoleh alternatif  pemberdayaan kemempuan dan peran wanita dalam penembangan UKM dan koperasi

II.                KERANGKA PEMIKIRAN
Di Indonesia sendiri telah mengakui adanya persamaan derajat antara laki –laki dan perempuan. Perempuan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan UKM dan koperasi di Indonesia. Dalam dunia usaha banyak perempuan yang telah sukses dalam menjalankan usahanya. Mereka telah membuktikan diri bahwa mereka dapat bersaing dengan dunia luar.
Untuk meningkatkan dan memperdayakan perempuan indonesis maka harus adanya pelatihan dan sosialisasi yang dapat lebih memperhatikan kemampuan dan keahlian mereka. Karena dengan cara ini diharapkan usaha UKM dan koperasi dapat berjalan sesuai dengan seimbang dan selaras dengan pertumbuhan penduduk yang semakin banyak.
III.             METODE PENELITIAN
Lokasi
Studi ini akan dilakukan di lima provinsi yaitu Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Salatan, Kalimantan Barat.
Metode Penelitian dan Analisis Data
Metode Studi
Teknik pengumpulan data primer dengan pengamatan dan diskusi, pengamatan langsung di lapangan, dengan menggunakan kuisioner. Dan data sekunder diperoleh dari studi pustaka, Dinas Koperasi dan UKM dan instansi terkait.
Pengolahan dan Analisis Data
pengolahan data dilakukan dengen cara tabulasi dan analisis data dilakukan secara deskriftif.
ANALISIS
Keberhasilan dan Kegagalan Wanita Sebagai Pelaku Usaha
Sebenarnya faktor penentu dari keberhasilan usaha UKM dan koperasi yang dijalankan oleh perempuan yaitu faktor dari  diri sendiri, misalnya kejujuran, keuletan, jiwa bisnis kerja keras dan semangat etos kerja yang sangat tinggi.
Hambatan yang Dihadapi Perempuan dalam Usahanya
Permasalahan utama yang dihadapi dari kegiatan ini adalah kekurangan modal, lemahnya SDM, kurangnya sarana dan prasarana, kurang menguasai pasar dan perbankan.
Alasan Mengapa Wanita Berkiprah di UKM dan koperasi
Tujuan utama dari kegiatan yang dilakukan ini adalah untuk mengurangi pengangguran, menciptakan lapangan pekerjaan, dan tentunya meningkatkan kemampuan perempuan Indonesia.
IV.             KESIMPULAN
Sebenarnya kemampuan dan peran perempuan dalam kegiatan UKM dan kopersi sangatlah besar. Seperti halnya pria, perempuan pun dapat menjalankan UKM dan koperasi dengan mantap dan dapat bertahan dengan kondisi yang sulit sekalipun.
Referensi
  1. : http://smecda.com/kajian/files/jurnal/Hal_136.pdf
  2. Anonim, Laporan Akhir Penelitian Peranan Wanita Dalam Pengembangan Koperasi, Badan Penilitian dan Pengembangan koperasi, Departemen Koperasi, 1991-1992.
  3. Hesti, R.WD. Penelitian Perpektif  Gender dalam Analisis Gender dalam Memahani Persoalan Perempuan, Jurnal Analisis Sosial Edisi IV Nopember 1996.
  4. Hetifah, S.dkk, Strategi dan Agenda Pengembangan Usaaha Kecil, Seri Penelitian AKATIGA, Yayasan AKATIGA 1995
    1. MASYKUR Wiratmo, Pengantar Kewiraswataan Kerangka Dasar emasuki Dunia, BPEFE- UGM  Yogyakarta, Edisi Pertama
    2. Porter  Michael E, Competitif Advantage, The Free Press 1985
    3. Siagian Salim dan Asfahani, Kewiraushaan Indonesia dengan Semangat 17-8-1945,puslatkop. PK Depkop dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Jakarta
    4. Sumampaw, S.A.dkk, Ada BersamaTradisi Seri Usaha Mikro kecil, Swissconyact dan Limpad, 2000.

Review Jurnal I

Kelompok :
Sholikin: 26210531                                      http//26210531.student.gunadarma.ac.id
Ryan Adi Putra :26210292,                         http//26210292.student.gunadarma.ac.id
Raden Bambang Sumatri: 25210513,           http//25210531.student.gunadarma.ac.id
Heru : 23210288,                                          http//23210288.student.gunadarma.ac.id
Zulfadli : 28210837,                                     http//28210837.student.gunadarma.ac.id

Kelas : 2EB09

Peran Masyarakat dalam Pembangunan Ekonomi Koperasi

Abstrak
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kemampuan koperasi dalam pembangunan ekonomi.tidak hanya koperasi itu sendiri SDM  pun mempunyai peranan yang sangat penting dalam keefektifan koperasi tersebut. Dengan adanya koperasi akan terciptanya lapangan pekerjaan yang sangat bagus buat mereka. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menyimpulkan bahwa untuk menjadi efaktif dan sukses koperasi harus saling terkait: meningkatkan kelangsungan hidup dan meningkatkan kemampuan untuk layanan keanggotaannya dan selalu ekonomiss inovatif dan kompetitif.
Introduction
pada saat ini ketika orang tidak sanggup lagi untuk mengubah hidup mereka, koperasi merupakan alternatif yang sangat efektif untuk memenuhi kebutuhan mereka. Karena koperasi merupakan suatu wadah yang  didasarkan pada gagasan yang kuat  untuk mencapai tujuan yang yang bersama. Koperasi dapat menjadi suatu alat untuk mencapai ekonomi yang kompetitif. Meskipun koperasi merupakan suatu wadah yang sangat tua tetapi koperasi masih sangat awam ditelinga orang. Mereka kurang mengetahui fungsi, peranan dan bagaimana pelaksanaannya, jadi mereka tidak pernah menyisihkan gajinya untuk serta dalam keenggotaan koperasi ini.
Latar Belakang Koperasi
Menurut aliansi koperasi internasional pada tahun 1995 definisi dari koperasi adalah sebuah perkumpulan otonom dari orang – orang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan bersama, termasuk kebutuhan ekonomi, sosial, dan budaya dan aspirasi melalui perusahaan bersama dimiliki dan dikendalikan secara demokratis. Walaupun  tidak ada uang menyatakan secara pasti dari mana asal mulanya dari koperasi, tapi banyak yang bependapat bahwa koperasi pertama lahir di daerah Perancis pada tahun 1750. Koperasi ini bernama Franche Comte yang bergerak dalam bidang pembuatan keju. Dan koperasi – koperasi yang lain berkembang mengikutinya adalah di negara Inggris, Amerika Serikat, Yunani. Dan lebih hebatnya  lagi pada tahun 1844 tebentuklah sebuah kopersi, koperasi ini dipandang sebagai pemodern koperasi namanya yaitu Rochdale.
Koperasi didasarkan nilai- nilai dasar dan prinsip- prinsip. Nilai-nilai koperasi yang umum norma yang kooperator, pemimpin koperasi dan staf koperasi harus berbagi dan harus menentukan cara mereka bertindak dan berfikir. Semua prinsip dalam koperasi ini harus berjalan secara harmonis dan selaras agar tercipta suatu koperasi yang lebih naju kedepannya.
Koperasi lahir sebagai suatu hasil dari ketiadaan adanya jenis kelamin, warna kulit, agama dan lainnya. Mereka semua harus bekerja sama antara yang menjadi katua dan wakil dan juga anggotanya juga harus bertanggung jawab untuk kelancaran dan keefektifan suatu koperasi.
Peran Koperasi dan Mekanisme Koperasi
Peran koperasi sangat banyak bagi kehidupan kita tidak luput dari mekanisme koperasi yang  baik dalam kinerja koperasi itu sendiri. Keberadaan Koperasi sangat berperan penting dalam menciptakan pekerjaan yang berdasarkan atas azas kebersamaan, tidak hanya itu koperasi juga merupakan suatu pilar dunia yang dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Dengan adanya koperasi para anggota dapat mempererat hubungan diantara mereke dan dapat juga sebagai wadah untuk saling bertukar pikiran sehingga terciptalah suatu koperasi yang lebih maju lagi. Tidak hanya itu para pekerja juga dapat meningkatkan keterampilan mereka ataupun para pekerja yang tidak memepunyai keahlian mereka dapat ilmu pengetahuan dan keterampilan dari adanya kegiatan koperasi ini.
Memulai Sebuah Koperasi
untuk memulai suatu sebuah koperasi tidak jauh dengan usaha yang lain. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membentuk suatu kopersi, yang pertama adalah:
  1. Mengadakan pertemuan pengorganisasian .
Tujuan dari pertemun ini adalah untuk menjelaskan kebutuhan identifikasi dan bagaimana koperasi akan mengatasinya
  1. Survey pada anggota potensial.
Disini anggota potensial sebagi sustu narasumber dan pembimbing.
  1. Studi kelayakan bisnis
Tujuan dari studi kelayakan ini adalah untuk meneliti peluang kritis dan hambatan yang mungkin bisa membuat mematahkan diusulkan usaha koperasi.
  1. Mengembangkan rencana bisnis
Jika studi kelayakan sangat menguntungkan  maka pengembangan bisnis akan dilanjutkan. Tujuan utamanya adalah untuk menyediakan cetak biru untuk pengembangan dan pengoperasian awal koperasi dan untuk menyediakan dokumentasi pendukung untuk anggota potensial, lembaga keuangan dan investor lainnya.
  1. Mengembangkan dokumen – dokumen hukum.
Adanya pembuatan dokumen yang harus disetujuai oleh anggota, misalnya anggaran pendirian dan peraturan.
  1.  Mengamankan pembiayaan bagi koperasi
Dalam pendirian koperasi harus ada yang namanya kejelasan dana anggaran koperasi biar dalam pendirian koperasi ada yang namanya pembagian yang baik.
  1. Merekrut anggota untuk koperasi
Untuk menjalankan suatu koperasi diperlukan adanya SDM yang dapat menjalanka usaha ini.
  1. Tahan Pertemuan Pertama Keanggotaan Koperasi, Penyewaan manajemen dan staf.
Setelah adanya perekrutan maka akan diadakannya suatu pertemuan yang membagi antara kinerja masing – masing.
  1. Mulai koperasi
Koperasi adalah satu, yang layak, efisien, mandiri dan beoerientasi proyek. Tidak hanya memenuhi kebutuhan anggotanya tapi juga harus bertahan di pasar.

Tantangan dalam Koperasi
Ada lima tantangan pokok yang dihadapi koperasi :
  1. Budaya transformasi
  2. Persaingan dan ekspansi
  3. Upah solidaritas
  4. Sentralisasi dan organisasi.
  5. Dan program untuk meningkatkan prouktivitas dan partisipasi.
Ringkasan dan kesimpulan
Koperasi merupakan usaha bersama yang berlandaskan kekeluargaan. Koperasi dapat sebagai alternatif dalam pesejahterakan kehidupan para anggotanya. Dengan adanya koperasi, para anggotanya dapat mengasah keterampilan mereka sehingga dapat meningkatan produktifitas mereka.
Referensi.
MPRA
Arsip pribadi RePEc Munich
Peran masyarakat koperasi dalam pembangunan ekonomi
Ahmad Bello dogarawa, dogarawa
Ahmad Bello university, Zaria- Nigeria 2005
Online di http://mpra.ub.uni-muenchen.de/23161/
MPRA Paper No 2361, diposting 08 juni 2010/ 22:54
Peran Masyarakat dalam Pembanguna Ekonomi Eoperasi
Abell, P. (2004): Gerakan Koperasi, Encarta Encyclopedia 2004 Edisi
Birchall, J. (1994): Koperasi: Bisnis Rakyat, Manchester Inggris: Manchester
University Press
Carroll, R., Etienne, G., Flores, X., & VonMuralt, J. (1969): Sebuah Tinjauan Kerjasama Pedesaan
di Wilayah Pengembangan, Jenewa SUI: UNRISD
Cheney, G. (1995): “Demokrasi di Tempat Kerja”, dalam Journal of Applied Komunikasi,
Vol. 23
Cote, D. (2000): “Memobilisasi Advantage Koperasi: Pertanian Kanada
Koperasi di abad 21 “, Dalam Cote, D., Fulton, M., & Gibings, J. (Eds.). Kanada
Pusat Studi Koperasi
Craig, J. (1980): Filsafat, Prinsip dan Ideologi Koperasi: Apa yang mereka
Implikasi Visi Masa Depan? Saskatoon SK: College Co-operative dari Kanada
Craig, J. (1993): Sifat Kerjasama, QC Montreal: Black Rose Books
Cropp, R. (1996): Koperasi Generasi Baru, Madison: University of Wisconsin Pusat
untuk Koperasi
Encarta (2005): Gerakan Koperasi, Encarta Encyclopedia 2005 Edisi
Gertler, M. (2001): Pedesaan Koperasi dan Pembangunan Berkelanjutan, Saskatoon SK:
Pusat Studi Koperasi, University of Saskatchewan
Gibson, R (2005): Peran Koperasi dalam Pembangunan Ekonomi Masyarakat, RDI
Kertas Kerja # 2005-3
Grove, F (1985): Apa Kerjasama? Filosofi Kerjasama dan Hubungan Ini
untuk Struktur Koperasi dan Operasi, Madison: UWCC Paper No Sesekali 6
Hansmann, H. (1996): The Kepemilikan Perusahaan, Cambridge: Harvard University Press
Henehan, B (1997): Bekerja sama untuk Keberlanjutan, USA: Cornell University
Holyoake, G.J. (1908): Sejarah Kerjasama, London Inggris: T. Fisher Unwin
Hoyt, A. (1997): Dan Kemudian Ada Apakah Tujuh: Prinsip Koperasi Diperbarui pada
www.uwcc.com
Internasional Co-operative Alliance (2003): Selamat datang di Koperasi Internasional
Aliansi, di www.coop.org
James, P. (1941): Masalah Koperasi, di www.en.wikipedia.org
Laidlaw, AF (1974): Sektor Koperasi, Columbia: University of Missouri
Ahmad Bello Dogarawa, Departemen Akuntansi, Universitas Ahmadu Bello, Zaria 19
Peran Masyarakat dalam Pembangunan Ekonomi Koperasi
Levi, Y. (2005): Bagaimana bisa Nirlaba dan Ekonomi Co-ada: Sebuah Perspektif Koperasi,
Irlandia: Koperasi Internasional Lembaga Penelitian
Levin, M. (2002): The Promosi Koperasi, Koperasi Cabang ILO, di
www.ica.coop/europe/ra2002/speech
RBCDS (1995): Apakah Koperasi? Washington: Laporan Informasi Koperasi
Schaars, MA (1978): Koperasi: Prinsip dan Praktek, Madison: Universitas
Wisconsin Pusat Koperasi
Shaffer, J. (1999): Kamus Sejarah Gerakan Koperasi. London UK:
Scarecrow Tekan
Somavia, J. (2002): Rekomendasi ILO No 193 tentang Perkoperasian, di
www.ica.coop/europe/ra2002/speech
Taimni, K.K. (1997): Koperasi di Lingkungan Baru: Sebuah studi tentang Peran
Registrar of Societies Koperasi di Negara Terpilih di Asia, Roma: FAOUN
UWCC (2002): Koperasi, University of Wisconsin Pusat Koperasi, di
www.uwcc.com
Wikipedia (2006): Koperasi, di www.en.wikipedia.org / wiki / koperasi
Ahmad Bello Dogarawa, Departemen Akuntansi, Universitas Ahmadu Bello, Zaria 20

Minggu, 06 November 2011

Review Jurnal V


Review Jurnal
Sholikin: 26210531,                                      http//26210531.student.gunadarma.ac.id
Ryan Adi Putra :26210292 ,                         http//26210292.student.gunadarma.ac.id
Raden Bambang Sumatri: 25210513,           http//25210513.student.gunadarma.ac.id
Heru Setiawan : 23210288                            http//23210288.student.gunadarma.ac.id
Zulfadli : 28210837                                        http//28210837.student.gunadarma.ac.id


PENGKAJIAN PEMUSATAN PENGEMBANGAN KOPERASI
BIDANG PEMBIAYAAN PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini: (1) untuk menyusun pengembangan koperasi pusat kabupaten
domain anggaran, (2) untuk memberi masukan kepada administrator Kabupaten dalam usahanya untuk menciptakan
slimate kondusif untuk pengembangan koperasi. Penelitian ini dilakukan di 20
provinsi. Metode studi yang terdiri dari studi pustaka, data primer dan sekunder
pengumpulan, analisis studi dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: teoris, dan exepertise
validitas. Berdasarkan hasil studi, kita dapat menyimpulkan bahwa model alternatif untuk koperasi
pengembangan pusat dalam domain budegetary kabupaten adalah: (1) Model kerjasama antar
koperasi adalah dengan operasi waralaba (toko non profit), (2) Model koperasi sekunder,
(3) model kerjasama antara koperasi sekunder dan bank, (4) orang pengkreditan
bank, (5) kerjasama bank primer dan Swamitra / kemitraan bank.

Metodologi dan Kajian

1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian meliputi 20 propinsi yaitu : Sumut, Jatim, Bali, Sulut, Sumbar,
Sultra, Kalteng, Kaltim, Sumsel, Bengkulu, Riau, NTT, NTB, Babel, Sulsel, Kalbar,
Sulteng, Jabar, Jateng, Kalsel.
2. Metode dan Analisis Pengkajian
Metode pengkajian berupa studi pustaka dan pengumpulan data primer maupun
sekunder yang berkaitan dengan potensi daerah yang dapat ditangani koperasi, sentrasentra
produksi rakyat yang dapat dikembangkan, ketersediaan lembaga keuangan,
lembaga-lembaga pendukung pengembangan KSP/USP dan perkembangan KSP/USP,
serta model-model pemusatan koperasi di masing-masing Kabupaten/Kota.
Kerangka pemikirannya dapat digambarkan sebagai berikut :
Faktor Pendukung (Driving Forces)
Peran KSP/USP
dalam Pemusatan
Pengembangan
Bidang Pembiayaan
Kinerja
KSP/USP
sebagai
Lembaga
Keuangan
Kinerja
KSP/USP
sebagai
Koperasi
Faktor Penghambat (Restraining Forces)
Model Pemusatan
Koperasi Pembiayaan
Analisis pengkajian dilakukan dengan beberapa cara, baik melalui induksi data,
deduksi berdasarkan teori-teori yang relevan, maupun dengan validasi experties. Dengan
demikian, analisis pengkajian lebih bersifat pendalaman berpikir kualitatif sesuai dengan
keperluan untuk merumuskan model-model yang dipandang optimal bagi pengembangan
pemusatan koperasi di bidang pembiayaan.
Perumusan model meliputi beberapa substansi pokok dan penting sebagai solusi
pengkajian yaitu : (1) perumusan pemusatan kegiatan di bidang jasa keuangan, (2)
perumusan pemusatan kegiatan di bidang jasa non keuangan, dan (3) kelembagaan
pemusatannya.

Isi
1. Kasus Kelompok Koperasi Bhakti di Kabupaten Pati, Jawa Tengah
Sampai dengan bulan Juni 2004 jumlah KSP/USP di Kabupaten Pati sebanyak
75 unit dengan anggota 59.160 orang. 27 unit diantaranya termasuk dalam klasifikasi unit papan atas, 11 unit papan tengah dan 37 unit papan bawah.
Bhakti Group adalah kumpulan dari beberapa koperasi yang menghimpun dirinya
menjadi kelompok dengan tujuan memudahkan pengaturan likuiditas dana yang dikelola
oleh masing-masing koperasi anggotanya. Bhakti Group dipimpin oleh Bapak
Abdurahman Saleh dan 7 orang rekannya dalam 24 tahun berkembang dan berhasil
menghimpun aset sebesar Rp. 126 milyar, sedangkan anggota yang berhasil dihimpun
143.674 orang dengan karyawan 5.000 karyawan tetap.
Adapun beberapa kiat yang dijalankan manajemen Bhakti Group untuk mencapai
keberhasilannya adalah :
  •  Komitmen yang kuat di tingkat top manajemen untuk membangun sebuah koperasi sesuai dengan hakekat utamanya yaitu dari anggota untuk anggota membangun koperasi yang dilandasi dengan kejujuran dan kemajuan bersama baik anggota maupun pengurus.
  •  Sistem prekrutan tenaga kerja dilakukan secara terpusat dan ketat baik ditinjau dari kemampuan teknis maupun non teknis. 
  •  Prestasi karyawan dihargai dengan baik, dimana manajemen menganut falsafah pengurus/karyawan tidak boleh miskin tapi juga tidak boleh kaya.
  • Untuk menghindari benih kecurangan, maka setiap periode tertentu diadakan rotasi antar cabang bagi karyawan, setiap karyawan baru akan dibaiat (disumpah) untuk mau bekerja dengan jujur, jika ditemukan kecurangan, manajemen tidak akan segan-segan memecat bahkan kasusnya diajukan ke pengadilan.
  • Untuk mencegah pindahnya anggota, maka tiap anggota tidak boleh keluar masuk seenaknya. Anggota hanya diperbolehkan keluar satu kali.
  •  Dana yang dikelola secara profesional sehingga anggota dapat mengambil kapan saja.
  •  Manajemen menganut falsafah .mudah, cepat dan meriah., Mudah artinya prosedur menabung maupun meminjam dilakukan dengan semudah mungkin bahkan dengan sistem jemput bola. Cepat artinya administrasi diusahakan tidak bertele-tele. Meriah artinya  jumlah tabungan pada kisaran kecil sampai menengah.

2. Kasus KSP BTM (Baitul Tamwil Muhammadiyah) di Kabupaten Pekalongan
Di Kabupaten Pekalongan terdapat koperasi yang layak dinyatakan berhasil
dalam bidang KSP, bahkan telah melebarkan sayapnya ke daerah lain. Koperasi Simpan
Pinjam tersebut berbentuk Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM). Didirikan tanggal 5
Januari 1996 dengan modal awal sebesar Rp. 25 juta, kelembagaan awalnya berbentuk
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di bawah Yayasan Binaan Baitul Maal
Muhammdiyah (YBBMM) sebagai partisipan Proyek Hubungan Bank Indonesia dan
Kelompok Swadaya masyarakat (PHBK). Dengan adanya UU Nomor 29 tahun 1999
yang antara lain mengahapus PHBK, maka kelembagaannya berubah menjadi Badan
Hukum Koperasi, tepatnya Koperasi Simpan Pinjam dan dikelola dengan menggunakan
sistem syariah yang berbasis pada prinsip bagi hasil. Pendirian BTM Wiradesa ini
dilatarbelakangi oleh terbatasnya akses permodalan bagi usaha mikro di Kabupaten
Pekalongan. Sampai dengan September 2004, dana masyarakat yang berhasil mencapai
Rp. 2 milyar lebih dengan total aset Rp. 3 milyar lebih, sedangkan jumlah pinjaman
yang diberikan pada periode yang sama sebesar Rp. 2,5 milyar lebih.
Untuk mempermudah pengelolaan dana dan sebagai penyangga likuiditas, maka
dari beberapa BTM membentuk koperasi sekunder berupa berupa Pusat KSP BTM
Wiradesa. Untuk menghindari perebutan nasabah (anggota) maka ada klasifikasi ukuran
pinjaman.Sistem peminjaman dana dari koperasi sekunder ke koperasi primer ada dua yaitu : sistem channeling dan sistem sindikasi. Perbedaannya adalah sistem channeling 100% dana pinjaman berasal dari koperasi sekunder dengan bagi hasil 20% bagi hasil keuntungan untuk koperasi primer dan 80% untuk koperasi sekunder, sedangkan sistem sindikasi dana pinjaman
tidak 100% dari koperasi sekunder, namun terbagi antara koperasi sekunder dan koperasi
primer dengan proporsi pinjaman tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama.
Pembagian keuntungan diberikan sesuai dengan besarnya proporsi jumlah pinjaman.
Model Pemusatan
Dengan memperhatikan perkembangan koperasi di lapangan, model kelembagaan
pemusatan koperasi dapat berupa kerjasama antar koperasi primer dengan pola waralaba
(franchising), koperasi sekunder, kerjasama koperasi sekunder dengan bank, kerjasama
koperasi primer dengan bank dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
1) Model Kerjasama antar Koperasi Primer dengan Pola Waralaba
Model pengembangan koperasi seperti yang terjadi pada kelompok Koperasi
Bhakti di Kabupaten Pati merupakan suatu pola kerjasama antar koperasi primer.
Walaupun merupakan suatu pola kerjasama yang menjadikan kelompok koperasi bhakti
dikembangkan dan dikelola secara tertib dan terkoordinasi, namun antar koperasi dalam
kelompok koperasi bhakti tidak memiliki kontrak kerjasama secara eksplisit. Koordinasi
pengelolaan dan pengembangan terjadi berkat adanya standarisasi dan sinkronisasi
pengelolaan dan bahkan terdapat suatu kesatuan komando dalam pengelolaan dan
pengembangan koperasi.
Potensi keunggulan model kerjasama antar Koperasi seperti Kelompok Koperasi
Bhakti sebagai suatu pola atau kelembagaan pemusatan pengembangan pembiayaan
antara lain sebagai berikut :
(1) Standarisasi dan sinkronisasi dapat lebih mudah dilakukan dengan
standarisasi karyawan dan standarisasi sistem dan prosedur, serta
sinkronisasi atau kesatuan komando manajemen.
(2) Pengembangan koperasi baru relatif lebih mudah dilakukan dengan adanya
karyawan terlatih yang siap ditugaskan pada koperasi baru.
(3) Dengan karyawan yang terlatih dan aktif jemput bola maka memungkinkan
penetrasi perluasan anggota yang berarti perluasan pasar dan peningkatan
pangsa pasar.
(4) Walaupun antar Koperasi Bhakti terdapat standarisasi dan sinkronisasi
manajemen, masing-masing koperasi sepenuhnya dimiliki oleh anggotanya
yang sebagian besar berada pada sekitar koperasi berada.
(5) Keterbatasan Bhakti menganut keanggotaan secara terbuka dan sukarela
sehingga memungkinkan loyalitas anggota secara alami dan berkelanjutan
serta sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip koperasi.
(6) Mengingat memiliki catatan kinerja baik (track record) yang cukup panjang
dan memiliki brand name yang cukup dikenal, pola koperasi bhakti memiliki
peluang sebagai suatu sistem waralaba manajemen koperasi simpan pinjam
yang dapat diaplikasikan pada pengembangan koperasi simpan pinjam.

2) Model Koperasi Sekunder
Dengan pola koperasi sekunder pada dasarnya seluruh kegiatan yang diperlukan
untuk mendukung pengembangan koperasi primer dilakukan oleh koperasi sekunder
secara berjenjang dari tingkat daerah, wilayah, nasional dan internasional. Fungsifungsi
kegiatan pemusatan pengembangan koperasi bidang pembiayaan meliputi bidang
keuangan yang terdiri atas penghimpunan dan penyaluran dana melalui silang pinjam
(interlanding) dan pengelolaan resiko maupun bidang non jasa keuangan yang terdiri
atas konsultasi manajemen simpan pinjam, pendidikan dan pelatihan, akuntansi dan
audit, pengadaan sarana usaha dan audit.
Keungulan koperasi sekunder sebagai model pemusatan pengembangan koperasi
adalah :
(1) Struktur dan sistemnya telah tersedia, baik secara lokal, nasional maupun
internasional sehingga tinggal masalah penerapan.
(2) Penerapan koperasi sekunder sebagai model pemusatan lebih menjamin
penerapan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, sehingga lebih menjamin
terwujudnya cita-cita koperasi yaitu peningkatan kesejahteraan dan
kemandirian ekonomi anggota koperasi.

3) Model Bank Perkreditan Rakyat
Pemusatan pengembangan koperasi dengan model Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) terutama dimaksudkan agar memiliki kemampuan atau keleluasaan yang lebih
besar dalam penghimpunan dana masyarakat dan sekaligus keleluasaan dalam
penyaluran dana. Dengan bentuk BPR, sebagai bank, memiliki kewenangan untuk
menghimpun dana ke masyarakat, tidak hanya kepada anggotanya.
Keunggulan BPR sebagai model pemusatan pengembangan koperasi antara
lain adalah :
(1) Memiliki kepercayaaan kemampuan yang efektif dan dalam menghimpun dana
baik dana dari masyarakat, maupun dana dari lembaga keuangan sebagai
konsekuensi bentuknya berupa bank.
(2) Merupakan sarana yang legal dan sehat untuk menyalurkan dana kepada
masyarakat, terutama apabila koperasi anggota atau pemegang saham dalam
keadaan kelebihan dana.
(3) BPR yang harus mengikuti ketentuan perbankan yang ketat dapat menjadi
referensi yang baik dalam mengembangkan tata kelola yang baik (good
corporate governance) bagi koperasi yang dikembangkan.
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I - 2006
114
4) Model Kerjasama Koperasi Sekunder dangan Bank
Model kerjasama koperasi sekunder dengan bank umum adalah sebagaimana
yang terjadi pada koperasi-koperasi di lingkungan pegawai negeri, Tentara Nasional
Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan Bank Kesejahteraan
Ekonomi. Dalam hal ini induk-induk koperasi tersebut sperti KPRI, Inkopad, Inkopau,
Inkopal, dan Inkopol mengadakan kerjasama dalam penyaluran dana dari Bank
Kesejahteraan Ekonomi untuk anggota-anggota koperasi.
Keunggulan model ini adalah :
(1) Ketersediaan dana yang diperlukan oleh anggota koperasi dari Bank
Kesejahteraan Ekonomi.
(2) Kemampuan penghimpunan dana masyarakat maupun dana dari lembaga
keuangan lain melalui Bank Kesejahteraan Ekonomi.
5) Model Kerjasama Koperasi Primer dengan Bank Pola Swamitra
Kerjasama koperasi primer dengan bank Bukopin dalam bentuk pola Swamitra
merupakan model pemusatan kegiatan pengembangan koperasi dengan kerjasama
koperasi primer dengan bank. Dengan pola ini, Bukopin menyediakan sistem dan
aplikasi manajemen simpan pinjam koperasi, termasuk pengadaan dan pelatihan
sumberdaya manusia, aplikasi teknologi informasi, sistem manajemen operasi simpan
pinjam, pendampingan dan supervisi simpan pinjam dan standarisasi produk simpanan
dan pinjaman, serta cadangan likuiditas koperasi simpan pinjam.
Keunggulan pemusatan pengembangan koperasi dengan model kerjasama antar
koperasi primer dan bank pola Swamitra, antara lain :
(1) Terdapat paket dukungan pengembangan KSP/USP secara lengkap sehingga
memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.
(2) Terdapat sistem supervisi dan pengendalian secara seketika (on line) oleh
bank.
(3) Terdapat jaminan cadangan likuiditas yang disediakan secara bertingkat, baik
di koperasi maupun di bank.
(4) Terdapat standarisasi sistem dan produk sehingga lebih memungkinkan
dikembangkan jaringan kerjasama.
(5) Memiliki kredibilitas yang tinggi dalam penghimpunan dana berkat dukungan
citra bank pendukungnya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
(1) Sentra-sentra usaha yang dipandang perlu sebagai sentra usaha unggulan
adalah berupa sentra usaha yang bergerak di bidang pertanian, industri
makanan dan minuman, industri kerajinan, industri kerajinan tekstil dan
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I - 2006
115
konveksi rakyat. Sebagian dari pengusaha dalam sentra tersebut berupa
usaha mikro, yang memiliki kesamaan bahan baku atau teknologi dan tidak
melakukan kegiatan pemasaran bersama atau pengadaan bahan baku
bersama.
(2) Kebutuhan pembiayaan usaha dalam sentra pada dasarnya lebih tepat
dipenuhi oleh lembaga keuangan mikro seperti koperasi simpan pinjam, karena
kebutuhan dana berskala kecil dan sendiri-sendiri.
(3) Kegiatan pemusatan pengembangan koperasi dalam bidang pembiayaan
meliputi jasa keuangan dan jasa non keuangan meliputi konsultasi manajemen
simpan pinjam, pendidikan dan pelatihan, akuntansi dan audit, pengadaan
sarana usaha dan advokasi.
(4) Alternatif model pemusatan pengembangan koperasi bidang pembiayaan pada
tingkat Kabupaten/Kota adalah : (a) kerjasama antar koperasi dengan pola
waralaba, (b) koperasi sekunder, (c) kerjasama koperasi sekunder dengan
bank, (d) Bank Perkreditan Rakyat, (e) kerjasama koperasi primer dan bank
dengan pola Swamitra.
2. Saran
Model pemusatan pengembangan koperasi di suatu Kabupaten/Kota tidak harus
dalam bentuk satu model, dapat terdiri atas dua model tersebut diatas dengan maksud
agar dapat mempertahankan ciri masing-masing keunggulannya.
DAFTAR PUSTAKA
______, 2003. Ekonomi Kerakyatan dalam Kancah Globalisasi. Kantor Kementerian
Koperasi dan UKM. Jakarta.
Arief, Sirtua, 1997. Pembangunan dan Ekonomi Indonesia : Pemberdayaan Rakyat
dalam Arus Globalisasi. CPSM, Bandung.
Arifin, B. 2004. Menterjemahkan Keberpihakan terhadap Sektor Pertanian : Suatu
Telaah Ekonomi Politik. Dalam : Rudi Wibowo dkk (Ed)., Rekonstruksi dan
Restrukturisasi Pertanian. PERHEPI. Jakarta.
INFOKOP. 2002. Koperasi Menuju Otonomisasi. Jakarta.
Korten, David C., 1980. Community Organization and Rural Development : A Learning
Process Approach. Dalam Public Administration Review, No.40.
Komite Penanggulangan Kemiskinan. 2002. Kemiskinan Tanggung Jawab Siapa?.
Jakarta.
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I - 2006
116
Krisnamurthi, B., 2003. Analisis Grand Strategy Pembangunan Pertanian :
Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis dan Implementasi Pembangunan
Pertanian. Makalah disampaikan pada Lokakarya Penyusunan Evaluasi Kinerja
Pembangunan Pertanian. Jakarta.
Prijadi, dkk. 2002. Pengembangan KSP dan USP Koperasi sebagai Lembaga Keuangan.
Yayasan Studi Perkotaan. Jakarta.
Soetrisno, N. 2003. Menuju Pembangunan Ekonomi Berkeadilan Sosial. STEKPI.
Jakarta.
Wibowo, R. 1999. Refleksi Teori Ekonomi Klasik dalam Manajemen Pemanfaatan
Sumberdaya Pertanian pada Milenium Ketiga. Dalam Refleksi Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Sumber : http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_Nomor%202%20Tahun%20I_2006/09_Pengkajian_Pemusat_Pengem_Kop_Bid_PBiaya.pdf